lkbh.umsida.ac.id – Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) sukses menggelar diskusi publik yang membahas secara komprehensif isu-isu dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dan Rancangan Undang-Undang Kejaksaan (RUU Kejaksaan). Acara ini berlangsung pada Rabu (19/02/2025) di Ruang Rapat Gedung Kantor Pusat Umsida dan menghadirkan narasumber kompeten di bidangnya.
Bekerjasama dengan prodi Hukum Umsida dan mengusung tema “Relevansi RUU KUHAP dan RUU Kejaksaan bagi Profesionalitas Penegakan Hukum di Indonesia”, diskusi ini menghadirkan hasil kajian mendalam terkait permasalahan dalam kedua rancangan undang-undang tersebut. Kegiatan ini dihadiri oleh akademisi, praktisi hukum, advokat, serta berbagai organisasi mahasiswa dari Sidoarjo dan sekitarnya.

Dengan menghadirkan narasumber kompeten yakni, Wahyudi Kurniawan SH MHLi yang merupakan akademisi hukum pidana Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dan juga merupakan Direktur Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBHAP) Muhammadiyah Jawa Timur serta Emy Rosnawati yang merupakan akademisi senior hukum pidana Umsida, serta perwakilan dari Tim Kajian internal LKBH Umsida, diskusi berlangsung dengan antusiasme yang tinggi.
Dalam diskusi tersebut, salah satu isu utama yang menjadi sorotan adalah harmonisasi dalam proses pembentukan RUU. Direktur LKBH Umsida, Dr Rifqi Ridlo Phahlevy SH MH menegaskan bahwa dalam penyusunan peraturan perundang-undangan, aspek filosofis, yuridis, dan sosiologis harus diperhatikan agar kebijakan hukum yang dihasilkan tetap selaras dengan prinsip keadilan dan kepastian hukum. Ia juga mengulas analisis mendalam berdasarkan teori struktur hukum dari Lawrence Friedman, yang menyoroti pentingnya keseimbangan antara substansi hukum, struktur kelembagaan, dan budaya hukum dalam implementasi peraturan baru.
Kepala Bidang Litigasi dan Penanganan Perkara LKBH Umsida Ahmad Bagus Aditia SH menyoroti potensi tumpang tindih kewenangan dalam RUU tersebut. Menurutnya, prinsip due process of law harus menjadi landasan utama, di mana setiap lembaga penegak hukum—baik kepolisian, kejaksaan, maupun pengadilan—harus menjalankan tugas dan wewenangnya secara independen tanpa intervensi pihak lain. Hal ini penting guna menjaga profesionalitas dan integritas dalam sistem peradilan pidana.

Emy Rosnawati SH MH memberikan elaborasi mendalam tentang bagaimana selama ini praktek proses hukum berjalan. Menurutnya memberikan kewenangan yang terlalu luas kepada salah satu pihak akan berpotensi buruk bagi proses penegakan itu sendiri. Belum lagi prosedur upaya hukum paksa, seperti adanya penyadapan sampai dengan penambahan masa tahanan yang sangat mungkin nantinya berseberangan dengan hak asasi.
Selain itu, Wahyudi Kurniawan SH MHLi memberikan pandangannya bahwa sudah seyogyanya sebagai warga negara terutama insan yang berkecimpung di bidang hukum untuk mulai memperhatikan kata demi kata yang ada dalam peraturan pemerintah. Dalam pandangannya, baik praktisi maupun akademisi harus mulai melihat nurani dalam segala aspek penegakan hukum, kompleksitas masalah yang ada di tengah masyarakat dewasa ini haruslah menjadi perhatian penting. Melalui penegakan hukum yang tidak hanya berorientasi pada keuntungan semata, namun harus berfokus pada pemberian bantuan dan bahkan pendidikan hukum kepada masyarakat agar mampu memberikan manfaat.
Diskusi ini diharapkan dapat menjadi wadah penyampaian aspirasi dan kajian akademik yang dapat dipertimbangkan oleh pihak terkait dalam proses legislasi. Dengan semakin banyak forum diskusi seperti ini, diharapkan kebijakan hukum yang dihasilkan dapat lebih akomodatif terhadap kebutuhan masyarakat serta mampu menjawab tantangan hukum yang semakin kompleks di Indonesia.
Penulis: Arya Bimantara