Sosialisasi Ramah Perempuan dan Peduli Anak, LKBH Umsida: Tekan KDRT, Pahami Hak Waris dengan Bijak

Sidoarjo, 25 Agustus 2025 — Upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan pemahaman hukum waris menjadi perhatian utama dalam sosialisasi bertajuk Ramah Perempuan dan Peduli Anak yang digelar oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Sidoarjo. Acara yang berlangsung di Desa Permisan ini menghadirkan Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) sebagai mitra dalam memberikan edukasi hukum kepada masyarakat.

Kegiatan ini diikuti oleh kalangan ibu-ibu, tokoh masyarakat, perangkat desa, hingga komunitas warga setempat. Kehadiran mereka menunjukkan betapa pentingnya isu perlindungan perempuan dan anak sebagai bagian dari kehidupan sosial di tingkat desa.

Perlindungan KDRT: Pahami Batasan, Lindungi Korban

Dalam sesi utama, Arya Bimantara SH, Junior Associates Advocate LKBH Umsida, menyampaikan bahwa memahami definisi dan batasan KDRT sangat penting agar masyarakat tidak salah kaprah dalam menilai perbuatan yang termasuk dalam tindak pidana.

“KDRT adalah segala perbuatan yang menimbulkan penderitaan fisik, psikis, seksual, hingga penelantaran rumah tangga. Undang-undang kita sudah tegas memberikan batasan yang jelas,” ujarnya.

Arya menambahkan bahwa pemahaman masyarakat sangat krusial, terutama terkait perlindungan anak. Anak-anak, sebagai pihak paling rentan, sering menjadi korban langsung maupun tidak langsung dari peristiwa KDRT.

Tak hanya soal definisi, Arya juga menjelaskan siapa saja yang masuk dalam lingkup KDRT sebagaimana diatur dalam undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), mulai dari pasangan suami istri, anak, hingga pihak lain yang tinggal dalam satu rumah tangga. “KDRT bukan semata urusan rumah tangga yang tertutup. Karena ini adalah tindak pidana, maka sifatnya publik, dan penegakannya menjadi urusan bersama,” tegasnya.

Kompleksitas Penanganan KDRT

Meski hukum telah jelas, Arya menyoroti bahwa penanganan KDRT seringkali rumit. Kompleksitas ini muncul karena faktor emosional dan ikatan perasaan dalam keluarga. Oleh sebab itu, masyarakat perlu lebih peka, bukan untuk mencampuri urusan pribadi orang lain, melainkan demi menjaga ketertiban sosial dan menegakkan hukum.

“Masyarakat, khususnya tetangga dan lingkungan sekitar, harus bisa menjadi penopang. Memberi edukasi, melaporkan bila perlu, dan mendukung korban. Sebab pidana bukan hanya urusan individu, melainkan urusan publik,” jelasnya.

Lebih lanjut, Arya menekankan bahwa upaya penanganan KDRT tidak boleh berhenti pada aspek hukum semata. Korban membutuhkan pendampingan medis, dukungan psikologis, hingga rehabilitasi sosial agar dapat kembali berdaya di tengah masyarakat.

Dukungan Sosial sebagai Kunci

Dalam paparannya, Arya menegaskan pentingnya dukungan sosial. “Support sosial adalah bagian dari rehabilitasi. Korban butuh tempat aman, butuh masyarakat yang menerima, bukan menghakimi,” katanya.

Menurutnya, standar operasional prosedur (SOP) dalam penanganan KDRT harus menyeluruh, menyentuh semua aspek kehidupan korban. “Kita bicara soal perlindungan hak-hak korban. Itu harus jadi prioritas,” tegasnya.

Hukum Waris: Antara Hak dan Kewajiban

Sesi kedua sosialisasi membahas hukum waris, topik yang tak kalah penting dalam kehidupan masyarakat. Arya menyampaikan bahwa Indonesia mengenal berbagai sistem hukum waris, mulai dari hukum Islam, hukum perdata, hingga hukum adat.

“Setiap sistem hukum punya ketentuannya masing-masing. Tantangannya ada pada bagaimana keluarga menerima dan menjalankan ketentuan tersebut dengan rasa kekeluargaan,” jelas Arya.

Ia menekankan bahwa persoalan warisan kerap menimbulkan konflik, terutama karena penguasaan harta. Padahal, ahli waris bukan hanya memiliki hak, tetapi juga kewajiban moral dan hukum.

“Jangan sampai ada ahli waris yang justru kehilangan haknya karena niat atau tindakannya sendiri, misalnya melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan menyebabkan gugurnya hak waris,” ujarnya.

Interaktif dan Dekat dengan Masyarakat

Acara semakin hidup ketika sesi tanya jawab dibuka. Para ibu-ibu aktif menyampaikan pertanyaan, mulai dari kasus nyata di lingkungan mereka hingga contoh-contoh yang mereka lihat dari tayangan televisi.

Interaksi ini menunjukkan bahwa isu KDRT dan hukum waris bukan hanya konsep hukum kaku, melainkan persoalan sehari-hari yang dekat dengan masyarakat.

Melalui sosialisasi ini, diharapkan masyarakat Desa Permisan semakin memahami pentingnya pencegahan KDRT dan penyelesaian waris secara adil. Dan komitmen LKBH Umsida untuk hadir serta membangun kerjasama yang positif dengan berbagai pihak akan terus dilaksanakan, membawa pencerahan di tengah masyarakat, dan mewujudkannya secara berkeadilan.

Bagi Arya, kegiatan ini bukan hanya sekadar sosialisasi, melainkan bentuk nyata dari pendampingan hukum yang humanis. “Hukum itu hadir bukan untuk menakuti, tetapi untuk melindungi,” tutupnya.

Penulis: Bagus Arif Rizki Refandi, Arya Bimantara

Related Posts

Leave a Reply